| dc.description | Merantau tidak mudah bagi anak yang terbiasa tinggal bersama keluarga dan orang tuanya. Hal itu juga dialami empat mahasiswa Universitas Ciputra yang memeperoleh beasiswa hasil dari tes dan seleksi Pemkab Kabupaten Mentawai, Sumatra Barat
Setelah menjalani dua tahun tinggal dan berkuliah di Surabaya, mereka mendapati banyak anak yang tidak memiliki waktu bermain bersama orangtuanya, meskipun tinggal serumah. Itu fenomena yang ditangkap keempat mahasiswi itu dan mengusik mereka untuk berbuat sesuatu.
“eksistensi kami saat ini merupakan hasil penempaan sosial budaya tradisi Mentawai yang kuat. Salah satu komponen budaya itu adalah permainan tradisional yang biasa kami gunakan sebagai alat bermain pada masa kecil, seperti permainan gagalau (egrang) dan takup (tempurung kelapa). Permainan semacam itu ternyata dapat membentuk karakter kami” ujar Silvia Widiana, salah seorang dari keempat mahasiswi perantauan itu.
Mereka prihatin pada kondisi anak-anak yang sangat bergantung dengan gadget sebagai media sosialnya ditambah dengan perilaku orang tua yang memberikan gadget kepada anak-anak sejak usia dini. Mereka berempat mencoba memberikan solusi, yaitu sanggar bermain interaktif sebagai startup bisnis sosial mereka.
Usia dini sering disebut dengan golden age period yang merupakan masa keemasan seluruh aspek perkembangan manusia baik secara fisik,kognitif,emosi,maupun sosial. Salah satu aspek perkembangan yang penting bagi anak usia dini adalah aspek emosi secara fisiologis dan psikologis dimiliki anak. Itu digunakan untuk merespons peristiwa yang terjadi di sekitarnya.
Sociopreneurship merupakan salah satu pembelajaran dalam mata kuliah entrepreneurship yang memberikan kepedulian akan masalah lingkungan dan masyarakat. Mereka membuat sanggar yang diberi nama Sanggar Tutudduk yang diambil dari nama salah satu jenis permainan tradisional anak-anak di Kepulauan Mentawai.
“setiap mahasiswa Universitas Ciputra didorong dan diarahkan untuk mewujudkan start up bisnisnya sejak perkuliahan dimulai ,” kata Prigi Arisandi, dosen Sociopreneurship sekaligus pendiri Ecoton, organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pelestarian sungai.
Mereka memilih komunitas Desa Wringinanom, Kabupaten Gresik sebagai lokasi project startup. Sanggar bermain interaktif anak-orang tua itu merupakan upaya nyata keempat mahasiswa Universitas Ciputra guna mendukung Gresik sebagai kota ramah anak.
“Kami mendekati ketua RT, ketua RW, ibu-ibu PKK, kepala sekolah beserta staf guru SD dan Karangtaruna setempat untuk meyakinkan mereka akan sociopreneur kami. Mereka menanggapi ide kami ini dengan antusias dan tangan terbuka. Itu menjadi dorongan semangat bagi kami,” ucap Oci Mendang Meswara, mahasiswa dari Mentawai.
Anak yang memiliki kecerdasan emosional ditandai dengan adanya kualitas diri seperti empati, kemampuan mengungkapkan dan memahami perasaan, kemampuan mengendalikan amarah, kemandirian, serta kemampuan menyesuaikan diri. Ia disukai oranglain, memiliki kemampuan memecahkan masalah antarpribadi , tekun,setia kawan, ramah dam memiliki sikap hormat.
“dibutuhakan peran penting orangtua untuk melatih perkembangan emosi anak. Pengaruh pelatihan emosi akan terlihat sampai anak menjadi dewasa,”ungkap Maria Desmayanti, mahasiswa Psikologi Universitas Ciputra. (Maristi Sakulok).
Bermain itu Belajar Menghargai
Permainan tradisional memberi efek positif pada anak . Ada banyak proses yang dipelajari ketika bermain antara lain mengasah emosi, berempati,berhitung,teliti,belajar jujur,bekerjasama, dan lain-lain,
Petak umpet menjadi permainan yang mengasah emosi sehingga timbul toleransi dan empati terhadap orang lain, nyaman dan terbiasa dalam kelompok. Bermain tali menjadi permainan fenomenal. Secara tidak langsung ada karakter yang dikembangkan dalam permainan ini seperti ketangkasan , kerja keras, kecermatan, dan sportivitas. Di kampung Mentawai ada permainan petak jongkok yang disebut endi. Permainan ini dapat membentuk karakter menjadi lebih kreatif karena tidak ada aturan kapan anak boleh jongkok sehingga dia dapat menentukan tempat maupun lokasinya sendiri.
Anak dapat melepaskan emosinya dengan cara berteriak, tertawa,maupun bergerak, dia dapat mengembangkan kecerdasan spesial. Permainan ini dikenalkan untuk mengenal konsep ruang atau pergantian peran sebagai pengejar atau yang dikejar.
Setiap pemain harus sabar menunggu giliran. Demikian juga dengan engklek. Dalam permainan ini, karakter yang dikembangkan adalah sabar menunggu giliran dan terbiasa antre, patuh pada aturan main, dan menjaga keseimbangan tubuh. Dalam permainan lempar kasti, karakter yang terbentuk sama dengan permainan engklek yaitu sabar menunggu giliran dan latihan antre, bekerja sama dalam tim, mengambalikan alat pada tempatnya , mengerti aturan main, dan melatih ketangkasan.
Permainan yang mengajari anak untuk menghargai orang lain ada dalam permainan ular naga. Karakter yang dibentuk dalam permainan ini adalah menghargai teman sebaya, konsisten dengan peraturan yang telah disepakati tidak memaksakan kehendak, menolong teman, memecahkan masalah sederhana, membedakan besar-kecil, serta mengetahui panjang dan pendek. (Maristi Sakulok) | en_US |