| dc.description | Umumnya menjelang atau setelah wisuda para sarjana sibuk mencari informasi lowongan kerja dan mengirim lamaran kerja. Tak kurang pula yang menanti kabar baik ‘kapan ada lagi kesempatan penerimaan PNS.’ Tidak demikian halnya dengan Meyven Endang Gaharpung SE.
Ditemui di perpustakaan Universitas Ciputra, Surabaya, Sarjana Ekonomi dari Fakuktas Manajemen dan Bisnis, Jurusan Internasional Bisnis Manajemen ini tampak tak khawatir soal lowongan pekerjaan. Padahal pada 15 Oktober 2016, ia akan diwisuda. “Setelah wisuda saya akan kembali ke Kupang. Saya ingin membantu mengembangkan usaha mama sekaligus melanjutkan usaha pribadi yang sudah saya mulai sejak kuliah. Saya akan membuka outlet kaos rohani.”
Anak kedua dari pasangan Yordanius Sili Gaharpung dari Maumere dan Sovenny asal Rote ini bahkan sejak SMA sudah terpikat menjadi seorang wirausahawan. “Sejak SMA saya tidak pingin jadi PNS. Saya lihat mama mengelola usahanya dan saya ikut membantu mama,” ungkap alumnus SMA Kristen Mercusuar Kupang ini.
Bukan hanya Meyven, sang kakak pun telah selesai kuliah di Surabaya memilih kembali ke Maumere mengembangkan usaha ‘Milagro Photography’. Apa sih yang begitu memikat hati Meyven untuk memilih jalur entrepreneur? “Menurut saya entrepreneur menciptakan sesuatu yang inovatif dan kreatif yang bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga orang lain. Contohnya adalah menciptakan produk atau jasa dengan inovasi dan kreasi yang tentu bermanfaat bagi diri sendiri dan sekaligus menciptakan lapangan kerja bagi banyak orang yang membutuhkan.”
Kan bisa mengelola usaha sampiang sambil menjadi PNS? “PNS bisa punya usaha sampingan, tetapi jelas itu tidak fokus. Tidak fokus sebagai PNS dan juga tidak fokus dalam mengurus usaha. Hidup ini adalah pilihan. Saya memilih menjadi entrepreneur dan akan fokus pada pilihan tersebut. Saya yakin, fokus pada pilihan adalah salah satu cara untuk sukses.”
Meyven bagai benih yang jatuh di tempat yang tepat. Universitas Ciputra yang mengusung entrepreneur sebagai semangat utama bagai lahan gembur nan subuh bagi bertumbuhnya kesadaran dan semangat Meyven. “Sejak semester pertama kami sudah belajar tentang entrepreneur. Mulai semester dua kami sudah belajar tentang entrepreneur. Mulai semester 2 kami sudah harus punya usaha sendiri. Kami merancang, menjalankan, mengevaluasi, mengontrol, dan mengembangkannya sejak dari nol.
Prihatin atas kurangnya minat anak-anak muda pada bidang rohani mendorong Meyven mengembangkan kaos dengan tulisan-tulisan rohani. Ia ingin kaos rohani ini menjadi berkat bagi semua orang. Menariknya, nama ‘Efod Design’ dipilih Meyven sebagai label produknya terinspirasi cerita dalam alkitab yang nama ‘efod’ sebagai baju imam yang hanya dipakai oleh orang-orang pilihan Tuhan dan tulisan pada kaos ini pun terinspirasi oleh Alkitab, tetapi Meyven berhasil mengolahnya menjadi tulisan rohani bersifat umum sehingga mampu merambah pasar di luar kalangan kristiani. “Contoh tulisan yang ada pada kaos ‘Efod Design’ adalah ‘pray more, worry less’, ‘without God we can’t’, ‘without us He won’t’, atau ‘He set me free’’’.
Produk-produk tersebut dipasarkan secara ‘online’ melalui media sosial terutama instagram dan facebook. Usaha yang dilakukan sebagai bagian dari perkuliahan tersebut memberikan penghasilan rata-rata Rp 2 juta setiap bulan. “Lumayan buat berbagai kebutuhan saya. Ketika kiriman dari papa-mama terlambat datang pun saya aman saja. Bahkan, bila ada kebutuhan yang melebihi kiriman dari orangtua pun saya tidak perlu bingung,” ungkap Meyven sambil tertawa.
“Sesungguhnya uang itu hanya salah satu hal kecil yang saya peroleh sebagai seorang entrepreneur. Lebih dari pada itu ada kebanggaan dan kepuasan pribadi karena ada yang bisa saya hasilkan, bisa berarti bagi orang lain, bisa menginspirasi orang lain, bekerja sesuai hobby dan passion, memanajemen sendiri usaha sehingga ada kepuasan karena memiliki kebebasan dan otoritas yang nyata.”
Kenapa memilih kembali ke Kupang? “Saya juga pingin di Surabaya, tetapi hari lebih condong ke NTT. Semoga bisa menginspirasi teman-teman yang lain. Saya rindu sekali orang muda NTT terpanggil untuk menjadi entrepreneur.”
Tetapi orang bisa bilang, sekolah jauh-jauh kok pulang jual kaos. Kenapa sih harus sekolah tinggi-tinggi hanya untuk jadi entrepreneur? “Ini tantangan yang harus saya hadapi terkait mindset. Saya hanya mau katakana: beda orang menjadi entrepreneur tanpa ilmu atau hanya mengandalkan bakat alam, dengan orang yang pakai ilmu. Waktu untuk mencapai sukses bagi entrepreneur yang berilmu tidak selama yang bakat alam.” | en_US |