Show simple item record

dc.contributor.authorYulianto, Jony
dc.date.accessioned2023-10-18T09:12:09Z
dc.date.available2023-10-18T09:12:09Z
dc.date.issued2017-02-08
dc.identifier.urihttps://dspace.uc.ac.id/handle/123456789/6727
dc.descriptionAda yang menarik saat polisi mengusut kasus dugaan penipuan yang dilakukan oleh Dimas Kanjeng. Beberapa klien dari sosok yang bernama asli Taat Pribadi ini adalah orang-orang yang memiliki gelar akademis. Bagaimana kita menjelaskan fenomena ini? Bukankah orang-orang yang memiliki kemapanan intelektual seharusnya memiliki logika yang kuat? bukankah konstelasi pasar kita didominasi orang yang terdidik? Pandangan ekonomi klasik selalu mempercayai bahwa perilaku ekonomi bergerak dengan logika rasionalitas. Rasionalitas adalah ketika seseorang dapat memanimalisir. Rasional adalah ketika orang seseorang dapat meminimalisir risiko dan mendapatkan keuntungan lebih dari pengorbanan yang telah ia berikan. Meskipun kebenaran pandangan ini secara umum diterima, tetapi ada sebuah ekspesi yang tidak boleh dinafikan: pasar juga bergerak secara irasional. Ada eksistensi klenik, takhayul, dan kepercayaan metafisis yang mendasari perilaku irasional pada konsumen. Konsumen memiliki dinamika psikologis yang memungkinkan perilaku irasional tetap berlangsung, walaupun tidak melibatkan kalkulasi yang dapat diterima oleh akan sehat. Eksistensi dimensi metafisis ini tidak hanya terjadi di kalangan konsumen semata, tetapi juga di kalangan pelaku bisnis dan industri, yang sekali lagi juga didominasi oleh orang-orang berpendidikan tinggi. Matthew Agen, Presiden Direktur Image Freedom dikenal memiliki sepasang sepatu andalan yang akan selalu ia pakai saat penandatanganan kontrak kerjasama dengan klien. Pendiri Brazen Careerist, Ryan Paugh, selalu menyimpan batu hilam yang diklaim berfungsi menolak energi negatif dari klien-kliennya. Larry Ellison , pimpinan Oracle juga mengakui bahwa ia memerintahkan seluruh kantor cabang untuk menanam bambu emas yang merupakan pohon simbol keberuntungan ketika memasuki tahun yang diramalkan sebagai tahun sulit oleh banyak pengamat bisnis. Eksistensi klenik dan kepercayaan metafisis dalam bisnis bahkan merupakan fenomena global. Kajian dari Gavriele Lepori, ilmuan dari Copenhagen Business School, menunjukkan adanya keterkaitan jumlah terjadinya gerhana gerhana bulan dan pembelian saham sebagai rujukan indeks Dow Jones Industrial, indeks S&P500, indeks the Dow Jones Composite serta data perdagangan di bursa saham New York selama tahun 1928 sampai tahun 2008. Ia lantas mengorelasikan data-data tersebut dengan munculnya gerhana bulan di seluruh dunia. Temuannya mencengangkan: Kemunculan gerhana bulan berkorelasi dengan rendahnya pembelian saham. Penelitian mengenai korelasi perilaku membeli saham dan kemunculan gerhana bulan tersebut tidak memenuhi teori ekonomi klasik semacam The Efficient Market Hyphotesis, tetapi justru menunjukkan adanya klenik dan kepercayaan metafisis dalam konstelasi konsumen di dunia global, bahkan tempat yang didominasi oleh kaum terpelajar dan rasional. Mayoritas konsumen maupum pelaku bisnis masih merupakan pembaca horoskop. Beberapa gedung pencakar langit dan hotel tidak memiliki lantai 13. Beberapa bandara tidak memiliki gate 13 serta penerbangan ke-13. Sikap skeptic relevan untuk dikembangkan mengingingat berlimpahnya infomasi. Budaya skeptis Kuatnya eksistensi dimensi metafisis, baik dalam mengelola bisnis maupun sebagai akar perilaku irasional konsumen menunjukkan bahwa kita memiliki pekerjaan rumah yang besar dalam membenahi diri. Secara psikologis, stase di mana seseorang mulai percaya terhadap suatu hal meskipun hal tersebut meragukan, dalam bahasa Inggris disebut sebagai credulity. Secara linguistic, belum ada pandanaan kata ini dalam bahasa Indonesia. Orang-orang yang mudah percaya pada hal yang keliru disebut melakukan roneus credulity. Kasus Dimas Kanjeng dan masifnya penomena global mengenai klenik sebagaimana telal dipaparkan di atas menunjukkan bahwa ada hal ini penting untuk soroti dan relevan untuk dibahas. Fenomena-fenomena di atas dapat diatasi dengan mengembangkan sikap skeptis. Sikap skeptis merupakan hal yang relevan untuk dikembangkan mengingat ketersediaan informasi semakin melimpah di era saat ini. Skeptisme merupakan bagian dari pemikiran kritis dan menjadi tujuan serta esensi dari pendidikan. Kata skeptis berasal dari Yunani skepticos yang artinya “inquiry”, “investigasi” atau “mencari dengan cermat.” Perilaku skeptis mensyaratkan pembuktian yang cukup sebelum menyatakan bahwa pandangan seseorang benar atau salah. Orang-orang yang memiliki pemikiran skeptis selalu bersahaja untuk tetap mempertanyakan status quo dengan pemikiran terbuka. Hingga tahun 1589, hampir semua orang yang mempercayai klaim dari Aristoteles bahwa benda-benda yang lebih berat akan jatuh ke bawah lebih cepat daripada benda-benda yang berbobot ringan. Adalah seorang yang bernama Galileo Galilei yang kemudian menggunakan klaim tersebut. Ia lalu membuat sebuah eksperimen dengan menjatuhkan dua benda yang memiliki berat berbeda dari atas Menara Pisa. Hasilnya, kedua benda tersebut sampai di tanah dalam waktu yang bersamaan. Karena dianggap berani mempermasalahkan klaim Aristoteles, Galilei kemudian dipecat dari pekerjaannya. Tetapi sejarah mencatat bahwa ia merupakan ilmuah yang menegaskan pentingnya verifikasi sebagai mediator terbaik dalam klaim kebenaran. Kebiasaan untuk bersikap skeptis harus mulai dibangun. Dengan mengembangkan sikap skeptis, individu tidak akan terjebak dalam modus penipuan yang mengatasnamakan uang, investasi, dan bahkan Tuhan. Manfaat lainnya, individu yang mengembangkan sikap skeptis secara kognitif akan terbiasa untuk memeluk dua kutub benar-salah dengan kemungkinan yang sama besar. Secara keperilakuan, ia kemudian lapang dada untuk menerima saat sebuah pendapat benar ataupun salah. Rene Descartes bahkan menyatakan bahwa setiap orang akan memiliki kebersahajaan ilmiah ketika dia menyadari bahwa setiap pendapat kita bisa saja tidak memiliki kekuatan yang kuat. Dengan memiliki sikap yang skeptis, sebenarnya kita sedang menjamin kualitas perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di negara kita. Dengan memiliki budaya skeptis, nalar akan memiliki posisi yang terhormat. Efeknya, akan muncul generasi-generasi yang kreatif dan inovatif dalam memecahkan masalah.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisheradmin_libraryen_US
dc.subjectMarket Irrationalityen_US
dc.subjectMarketen_US
dc.titleIrasionalitas Pasaren_US
dc.typeArticleen_US


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record