| dc.description | Peristiwa mudik bisa menjadi peluang bagi para pelaku bisnis hotel syariah. Dengan jumlah penduduk beragama Islam mencapai 80 persen, muslim Indonesia memiliki kebiasaan unik : mudik saar awal Rahmadan dan Idulfitri. Pada hari pertama, umat islam perantauan biasanya ingin menikmati berbuka puasa bersama keluarga. Namun, tradisi mudik menjadi fenomenal saat Idulfitri atau lebaran tiba.
Saat mudik, yang biasanya tiga hari menjelang Lebaran, hotel-hotel di sepanjang jalur mudik seperti Pantai Utara (Pantura) dan Pantai Selatan kerap penuh . Profil tamunya yaitu mereka yang ingin beristirahat , setelah berjam-jam berkendara.
Akan tetapi, pada dasarnya peluang membuka hotel syariah bukan hanya melihat momentum Ramadan dan Idulfitri. Dalam konteks pengembangan wisata syariah , hotel syariah merupakan elemen yang berperan penting dalam menciptakan model wisata tematik bernuasa islami.
Dengan segmen yang menyasar umat Islam,Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi destinasi wisata syariah dunia, sekaligus menjadi salah satu contoh model untuk benchmarking . Buktinya, dari kunjungan wisatawan mancanegara ke Tanah Air pada 2010, sebanyak 7 juta atau 17 persen di antaranya merupakan wisatawan muslim. Pada 2015, jumlah itu diproyeksikan naik menjadi 20 persen hingga 25 persen.
Secara makro, wisata syariah, demikian halnya hotel sayriah , pada prinsipnya merupakan produk jasa yang universal Karena dapat di manfaatkan semua orang, termasuk wisatawan non-muslim , sehingga wajar jika berkembang pesat. Riyanto Sofyan (2014) menyatakan pada dasarnya hotel syariah dan konvensional merupakan bisnis di bidang property yang menyediakan hunian sebagai tempat menginap sementara . Perbedaannya terletak pad acara penyajian dan layanan yang diberikan.
Kekhususan hotel syariah terletak pada empat aspek.Pertama, makanan, minuman,dan restoran bersertifikat halal dari MUI. Kedua, ketersediaan alat shalat di setiap kamar, separti arah kiblat, sajadah, mukena, Alquran . Keran untuk memudahkan para tamu untuk salat pun tersedia di setiap kamar ( di bawah shower). Setiap restroom harus meyediakan air yang cukup untuk bersuci, baik untuk buang air kecil atau besar, bahkan mandi .
Hal ini kadang jarang ditemui di hotel konvensional yang hanya menyadiakan tisu di toilet. Ketiga, suasana hotel harus kondusif secara islami, misalnya mengumandangkan azan lima waktu , tidak boleh ada bar atau pub . Keempat, sangat selektif dalam menerima tamu , di mana tamu yang bukan pasangan suami istri tidak diperbolehkan menginap.
Berbeda dengan sertifikasi hotel konvensional yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha, sertifikasi hotel syariah dalam bentuk Hilal-1 dan Hilal-2 dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional MUI yang merupakan bagian dari MUI. Perbedaan pemeringkatan itu mengandung konsekuensi.
Dalam Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 3 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah dijelaskan bahwa Hotel Syariah Hilal-2 adalah penggolongan usaha hotel syariah yang dinilai memenuhi seluruh kriteria dalam melayani kebutuhan moderat wisatawan muslim. Sementara itu, Hotel Syariah Hilal-1 untuk melayani kebutuhan mainimal wisatawan muslim.
Diantara total 300 hotel amggota Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) , baru sekitar 11 hotel yang memiliki setifikasi hotel syariah .Selain itu, hanya 25 restoran di antar total 1.000 anggota PHRI yang sudah tersertifikasi sayariah(Jawa Pos,15/05/2015).
Pengembangan hotel syariah tidak sekedar menciptakan citra “bersih” tetapi strategi untuk meningkatkan daya saing dan nilai jual hotel itu sendiri. Dengan penerapan prinsip syariah, segmen wisatawan keluarga serta MICE yang cenderung memiliki lama tinggal lebih lama dan tingkat pengeluaran yang lebih tinggi dibandingkan segmen “naughty guest” akan meningkat. Jika segmen keluarga cakupan pasarnya luas, segmen pasar yang terakhir jumlahnya terbatas .
Oleh karena itu,dari segi nilai ekonomi yang diciptakan,karakteristik tamu segmen keluarga dan MICE merupakan warga negara Indonesia sejati yang berkontribusi besar bagi kemajuan industry pariwisata secara umum dan perhotelan khususnya. Hotel syariah dan tamu hotel segmen keluarga saling bersimbiosis mutualisme , sama-sama saling mengisi dan menguntungkan .
DAYA SAING HOTEL
Tahun lalu, Pemerintah Pusat merespon desakan kalangan perhotelan yang mengeluhkan dampak buruk larangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) menyelenggarakan pertemuan di hotel , dengan memastikan tidak menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi perhotelan. Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 43 Tahun 2015 yang dikeluarkan pada 9 Maret 2015.
Adapun jasa perhotelan yang tidak dikenakan PPN yaitu jasa sewa ruangan di hotel dan penyewaan kamar beserta tambahannya yang terkait jasa bagi tamu yang menignap. Diantaranya , pelayanan kamar (room service),pendingin udara, binatu(laundry and dry cleaning), kasur tambahan (extra bed), perlengkapan tetap (fixture and furniture),telepon,internet,safety box, televise satelit dan kabel , mini bar, fasilitas olahraga dan hiburan, fotokopi, serta transportasi hotel untuk antar-jemput tamu.
Adapun jasa biro perjalanan yang diselenggarakan jasa perhotelan akan dikenakan PPN. Poin penting dari stimulasi tersebut diyakini membangun atmosfer positif dikalangan pelaku perhotelan.
Hal lain yang implisit menyertai terbitnya PMK Nomor 43 Tahun 2015 yaitu tumbuhnya gairah di kalangan perhotelan untuk meningkatkan daya saing kompetitfnya . Konsep hotel syariah merupakan salah satu bentuk strategi peningkatan daya saing industri perhotelan di Tanah Air.
Terkait hal tersebut,memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) masing-masing hotel dituntut untuk melakukan sertifikasi standar usaha dan menyertakan minimal 50 persen dari karyawannya dalam sertifikasi profesi.
Sertifikasi usaha hotel syariah dan hotel konvensional dapat dimaknai sebagai gerakan untuk meningkatkan keunggulan bersaing di kalangan perhotelan. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepariwisataan dan produktivitas usaha pariwisata. | en_US |