| dc.description | Setiap 18 Mei di seluruh dunia dirayakan Hari Museum Sedunia atau International Museum Day (IMD). Tema IMD 2016 yang diangkat oleh International Council Of Museums (ICOM) adalah “Museum and Cultural Lansdcape”. Tahun 2015 tema IMD “Museums for Sustainable Society”. Mengacu isu tersebut, presiden ICOM Prof. Hans-Martin Hinz mengatakan keberadaan museum salah satunya diharapkan memastikan mejaga keberlanjutan warisan budaya.
Jero Wacik, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata pada pemerintahan SBY, Boediono pada saat memberikan penghargaan APWI 2009 kepada insan pers yang berjasa bagi pariwisata Indonesia menyatakan optimis bila 90% kondisi museum yang tidak layak kunjung, pada tahun 2014menjadi 50% layak kunjung. Pernyataan itu masih relevan hingga saat ini. Secara empiris 275 museum yang tersebar di seluruh Indonesia ini kurang mampu memikat masyarakat /wisatawan untuk berkunjung. Padahal dalam hal content koleksi museum sangat menarik, unik, dan bernilai sejarah tinggi. Di hampir setiap museum pasti ada keunggulan masing-masing, tetapi sayangnya, keunggulan itu kurang dikemas sesuai selera peradaban konsumen Indonesia dan wisatawan asing di era modern ini.
Data statistik juga menyebutkan pemgunjung museum setiap tahun mencaai 4,2 juta orang yang tersebar di seluruh daerah. Pernah digagas Tahun Kunjung Museum 2010-2014, prinsipnya dilaksanakan di museum seluruh Indonesia. Tetapi diprioritaskan di tujuh provinsi DKI Jakarta, Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Sumatera Utara. Politiknya, kerap kali kunjungan museum tidak dilakukan berulang. Sekali berkunjung saja masyarakat sudah merasakan bosan, apalagi mengharapkan mereka untuk datang lagi, cukup sulit. Museum, menurut pandangan paea ahli museum, kini bersaing dengan mall, tempat hiburan dan wahana rekreasi public yang lebih modern dan menghibur Museum dinilai tidak memberikan kepuasan batin dan menggugah hasrat warga kita untuk lebih dalam mengenali seluk beluk tata nilai dan sensasi yang ada di dalamnya.
Sementara di sisi lain ada sedikit celah untuk membangun esensi atau dasar kebutuhan masyarakat untuk berkunjung ke museum, yang mungkin sejauh ini kurang dianggap penting. Celah itu ada pada rasa ketertarikan dengan sejarah dan dokumentasi masa lalu di lingkup kelaurga. Tengoklah ke sejarah masa lalu keluarga masing-masing, terdapat banyak koleksi foto, dokumen, dan cerita masa lalu yang menggugah kerinduan, keharuan, kebanggaan, sekaligus emosi yang mendalam. Foto masa lalu keluarga, para leluhu, masa kecil dan kisah perjuangan keluarga yang yang diceritakan para orang tua kepada generasi muda keluarga, membuat kita terasa antusias dan optimis membangun masa depan keluarga yang lebih baik lagi. Foto-foto dan cerita masa lalu itu menyemangati untuk melakukan sesuatu yang ter baik di kehidupan ini, demi keluarga. Di ranah yang lebih luas dalam setiap masyarakat dan bangsa di dunia ini, keluarga dianggap sebagai komponen dasar dan utama dalam kehidupan.
Gunarsa (2004, dalam Budiarto 2013) menyatakan, keluarga sebagai unit terkecil dalam masyrakat memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang lebih lanjut di harapakan mengurangi timbulnya masalah-masalah sosial. Semangat serupa yang terselip menyertai peringatan International Museum Day tahun ini. Problem pelik permuseuman seakan sulit terurai oleh kompleksitas persoalan yang membuat museum seakan-akan sulit mendapatkan pamor yang pantas di mata masyarakat seperti layaknya maksud museum itu didirikan. Dari sudut pandang pengemasanmuseum, banyak ahli berpendapat jika museum-museum yang ada di Indonesia tetap seperti yang ada sekarang ini, niscaya tidak membuat masyarakat berminat datang. Paradigm “museum harus mengundang” didengungkan kencang agar museum berubah.
Keterlepasan museum dengan fungsi dan peran eduksi di tingkat keluarga adalah semacam refleksi sederhana yang selama ini kurang dianggap penting dan berbobot. Lewat keluargalah seharusnya museum dibangun dan dimajukan. Keluarga memberikan nilai-nilai yang mirip dan memediasi anak gemar ke museum. Niali-nilai itu tampak lewat pendokumentasian kisah keluarga di masa lalu: visual atau pun narasi yang diceritakan. Nilai-nilai leluhur yang ditanamkan orang tua kepada anak-anaknya, pararel dengan transformasi nilai dan peradaban bangsa kepada generasi penerus pengunjung museum. Demikian halnya, religiusitas keluarga dapatlah dibangun melalui pembelajaran museum. Sebut misalnya, Museum Buya Hamka di Sumatera, menjadi ruang terbuka yang siap menyambut siapa saja yang ingin belajar sejenak meresapi religusitas yang diteladankan sosok Buya Hamka. Nilai-nilai seni yang ditanamkan kepada anak sejak usia dini, dapatlah pula diintensifkan dengan bantuan sosok pelukis legendary Antonio Blanco dan Neka di museum mereka masing-masing di Ubud. Penumbuhkembangan rasa cinta tanah air khususnya pada produk budaya batik, semakin semarak dan tertanam dalam dengan berkunjung ke Museum Batik Danar Hadi. Pengetahuan akan sejarah medis tanah air mulai cara medis di tanah air, mulai cara medis warisan leluhur (pengobatan tradisional) hingga modern, dapat di tapaki jejaknya dengan mata telanjang dan bersentuhan. Langsung di museum dr. Adhyatma di Surabaya. bahkan pengolahan kepahlawanan dan semangat pertempuran hingga di ujung nyawa kehidupan dapat dilihat langsung di Museum Sepuluh Nopember di Surabaya.
Adakah kepuasan dan kerinduan batin dengan hal-hal itu jika tidak ditanamkan pertama kalilewat keluarga? Keluargalah yang yang seharusnya menopang kesejarahan dan jati diri bangsa Indonesia, dan museumlah yang membantu keluarga untuk tujuan strategis dan mulia itu. Mantan Menteri Begara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta usai menghadiri Kongres Perempuan di Depok 2008 (24/12) mengatakan, anak-anak harus bisa memahami karakter bangsa Indonesia. Ini perlu karena anak akan menjadi penerus generasi sehingga harus dipersiapkan agar mempunyai karakter. Meskipun banyak anak Indonesia mampu berprestasi pada olimpiade fisika, kimia, ataupun matematika di tingkat internasional, tetapi hal tersebut belumlah cukup, sehingga perlu dididik untuk bisa memahami karakter bangsa.
Semangat keluarga untuk belajar dari masa lalu keluarga masing-masing membantu anak menghargai eksistensi atau keberadaan yang ada sekarang ini. Kebanggaan akan tokoh-tokoh nasional ketimbang tokoh atau lakon impor memang tak dapat dilepaskan di zaman sekarang. Tetapi orang tua dapat memberi tandingan (alternatif) yang bernilai dengan mengedukasi anggota keluarga untuk lebih banyak menceritkan warisan nenek moyang, tradisi Nusantara dan tokoh-tokoh dalam negeri. Hingga sampai pada level kebanggaan akan masa lalu itulah, baik dilingkup kelaurga maupun lingkup Negara, nasib museum akan berubah. Tiada yang salah dengan koleksi museum-museum kita. Keterlepasan dari fungsi keluargalah yang membuat warga kita tidak berminat ke museum, pun pula pengola museum sekedar melakukan upaya-upaya yang bisa dilakukan tanpa mengupayakannya dengan lebih optimal, lebih menarik, dan lebih atraktif. Selamat Hari Museum Sedunia 2016. | en_US |