Show simple item record

dc.contributor.authorMaharani, ISABELLA
dc.date.accessioned2022-01-27T06:27:19Z
dc.date.available2022-01-27T06:27:19Z
dc.date.issued2010
dc.identifier.urihttp://dspace.uc.ac.id/handle/123456789/4344
dc.descriptionImaginative lies is a form of behaviour of telling exaggerated and unreal stories. Imaginative lies is a normal behaviour of children within the age of 3-5 years old. Nevertheless imaginative lies have some long-term negative impacts that should be taken carefully. The long-term negative impact is that children when they grow up will have difficulties in differentiating between reality and imagination. Through the early surveys, it’s found that a lot of children telling imaginative lies in schools and at home. Therefore, this research is conducted to find out the general overview of imaginative lies in children aged 3-5 years old. Sample of this quantitative descriptive research are 125 children from Kindergarten X and Y located in Wilis, sub-district Pisangcandi, Malang. Data is collected using purposive sampling. Data source is gathered using two types of questionnaires, open-questionnaire and closed questionnaire. Open-questionnaire is about demographic information such as gender information both parents and children, parent’s educational degree and social economic status. Closed-questionnaire is consist of 13 statements of imaginative lies degree which already been validated with results of alpha reliability 0.63. Both questionnaires are given to the parents as informants. Analysis is conducted using frequency tabulation. The results are 42.4% children are low in imaginative lies and 31.2% are very low in imaginative lies. The other results are 52.3% of the sample are girls, 79.7% children have parent with bachelor degree or more, and 36.2% works as full-time mother. The results shows that the majority of children in Kindergarten X and Y have low imaginative lies. The hypothesis that support the result is that parents and teachers have a unwise response to the imaginative lies so that children may have traumatic experiences. Further, it is found that boys have a higher percentage in imaginative lies than girls. And the higher the parent’s educational degree, the better the parenting styles given to the children. With the majority of parent’s educational degree is bachelor or more, it is logical that the parenting styles given is better so that the imaginative lies could be directed properly hence the result shows the low imaginative lies. This research can be used to help parents and teachers understanding the cognitive development in children so that they might arrange somekind of learning methods that anticipating the negative impacts of imaginative lies.en_US
dc.description.abstractKebohongan imajinatif merupakan sebuah perilaku menceritakan sebuah cerita yang berlebihan dan tidak nyata. Kebohongan imajinatif adalah perilaku wajar yang dilakukan oleh anak dalam rentang usia 3-5 tahun. Namun demikian kebohongan imajinatif memiliki dampak negatif jangka panjang yang patut diperhatikan sejak dini. Dampak negatif jangka panjang dari perilaku berbohong imajinatif adalah anak akan kesulitan membedakan antara realita dan khayalan. Melalui survei awal yang sudah dilakukan diketahui bahwa banyak anak melakukan kebohongan imajinatif baik di rumah maupun di sekolah. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tingkat kebohongan imajinatif anak usia 3-5 tahun. Sampel dari penelitian deskriptif kuantitatif ini adalah 125 siswa dari sekolah TK X dan TK Y yang berada di daerah Wilis, Kecamatan Pisangcandi, Malang. Pengambilan data menggunakan teknik purposive sampling. Sumber data diperoleh melalui angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup adalah tentang tingkat kebohongan imajinatif yang berisi 13 butir pernyataan yang sudah melalui uji validitas dan reliabilitas dengan alpha reliability 0,63. Angket terbuka adalah angket tentang keadaan demografi responden yang meliputi jenis kelamin anak, jenis kelamin orang tua, tingkat pendidikan orang tua dan keadaan status sosial ekonomi. Angket yang dibagikan diisi oleh orang tua siswa dan dikembalikan untuk diolah. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan tabulasi frekuensi. Hasil yang didapatkan dari angket tertutup adalah 42.4% memiliki tingkat kebohongan imajinatif kategori rendah dan 31.2% memiliki tingkat kebohongan imajinatif dengan kategori sangat rendah. Sedangkan hasil dari angket terbuka adalah sebanyak 52.3% anak berjenis kelamin perempuan. Tingkat pendidikan orang tua mayoritas adalah S1 ke atas yaitu sebanyak 79.7%. Status sosial ekonomi mayoritas adalah ibu rumah tangga 36.2%. Tingkat kebohongan imajinatif yang rendah mungkin disebabkan oleh respon orang tua dan guru yang tidak tepat dalam mengelola kebohongan imajinatif anak. Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa anak laki-laki cenderung memiliki imajinasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Dan semakin tinggi pendidikan orang tua maka semakin baik pola asuh yang diterapkan. Dengan mayoritas tingkat pendidikan orang tua adalah S1 keatas maka diasumsikan pola asuh yang diterapkan tepat sehingga kebohongan imajinatif anak bisa diarahkan dengan baik. Penelitian ini dapat digunakan untuk membantu orang tua dan guru memahami perkembangan anak sehingga bisa menerapkan metode pembelajaran yang mampu menantisipasi dampak negatif dari kebohongan imajinatif anak.en_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Ciputra Surabayaen_US
dc.subjecttingkat kebohongan imajinatif anaken_US
dc.subjectanak usia 3-5 tahunen_US
dc.subjectkanak-kanak awalen_US
dc.titleGAMBARAN TINGKAT KEBOHONGAN IMAJINATIF ANAK DI SEKOLAH TK X DAN TK Y DI MALANGen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.nidn0704076801
dc.identifier.kodeprodi73201
dc.identifier.nim30107008
dc.identifier.dosenpembimbingJENNY LUKITO SETIAWAN


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record