HUBUNGAN ANTARA IMPULSE BUYING DENGAN FINANCIAL WELLBEING PADA WANITA EARLY CAREER DI PERUSAHAAN X
Abstract
Perasaan puas dan aman dengan keadaan finansial disebut dengan financial
well-being. Wanita bekerja demi mencapai financial well-being yang lebih baik.
Wanita yang sedang membentuk karirnya memiliki tahap-tahap dalam merintis
karir tersebut, salah satunya yaitu early career. Wanita early career adalah wanita
yang sedang dalam tahap dimana ia memiliki pekerjaan pertamanya. Sayangnya,
wanita early career kurang mampu dalam mengatur finansialnya, mereka juga
kurang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang hal-hal penting seputar
finansial. Hal ini kemudian akan berdampak pada financial well-being yang
rendah. Rendahnya financial well-being juga disebabkan oleh impulse buying
yaitu perilaku membeli tanpa perencanaan sebelumnya. Impulse buying yang
tinggi akan menimbulkan masalah-masalah finansial yang kemudian mengarah
pada rendahnya financial well-being. Financial well-being yang buruk akan
mempengaruhi kinerja maupun well-being wanita early career hingga akhirnya
mereka tidak sejahtera dalam hidupnya. Peneliti berasumsi bahwa semakin tinggi
impulse buying, maka financial well-being akan semakin rendah dan begitu juga
sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara impulse
buying dengan financial well-being pada wanita early career di Perusahaan X.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain
penelitian korelasional. Data penelitian didapatkan dengan alat ukur Buying
Impulse Scale dan InCharge Financial Distress/Financial Well-being Scale yang
telah dimodifikasi. Sampel (N=50) diambil dari populasi wanita early career di
Perusahaan X dengan teknik purposive sampling.
Analisa data menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment dan
menunjukkan tidak adanya hubungan antara impulse buying dan financial wellbeing
pada wanita early career di Perusahaan X (r = 0,136; p > 0,05). Artinya
semakin tinggi impulse buying, maka tidak akan diikuti oleh financial well-being
yang rendah dan begitu juga sebaliknya. Peneliti melihat bahwa hal ini
disebabkan karena financial well-being merupakan hal yang subjektif bagi
individu sehingga impulse buying yang ia lakukan tidak akan memberikan
dampak yang signifikan, dan juga beberapa kemungkinan lainnya.
Melihat tidak adanya hubungan antara kedua variabel, peneliti menyarankan
pada penelitian selanjutnya agar mengukur financial well-being baik dari sisi
subjektif maupun objektif. Peneliti juga menyarankan pada wanita early career
agar tetap menjaga keadaan finansialnya seperti tabungan, penghasilan,
pengeluaran, dll sehingga mampu menjalankan kehidupan yang lebih sejahtera
dan tentram.
