HUBUNGAN ANTARA MOOD DAN PERFECTIONISM - CONSUMER DECISION MAKING PADA PEREMPUAN PARUH BAYA DI DEPARTMENT STORE X SURABAYA
Abstract
Perfectionism – consumer decision making atau PCDM berkaitan dengan kecenderungan seseorang membandingkan, mengevaluasi, dan mencari informasi untuk mendapatkan barang dengan kualitas terbaik. Pembelian PCDM diperlukan mengingat kualitas merupakan penentu kepuasan konsumen dalam pembelian. Kepuasan dalam pembelian membantu konsumen dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Kepuasan pembelian nantinya menguntungkan pihak toko oleh adanya pembelian ulang oleh konsumen. Namun, hasil wawancara dengan perempuan paruh baya menunjukkan bahwa trait PCDM yang dimilikinya tidak memunculkan state PCDM saat berbelanja. Subyek membeli barang dengan kualitas yang tidak diinginkan. Perubahan state PCDM nampaknya berhubungan dengan keadaan mood dalam diri orang tersebut. Mood mempengaruhi kemampuan kognisi seseorang, yang nantinya juga mempengaruhi PCDM-nya. Namun masih belum diketahui apakah mood positif atau negatif yang dapat meningkatkan kemampuan kognisi seseorang.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara mood dengan PCDM. Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan desain korelasional. Subyek dari penelitian ini perempuan paruh baya di department store x cabang y. Paruh baya merupakan usia ketika seseorang berumur 35 hingga 64 tahun. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 105 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode accidental sampling dengan mengambil seluruh konsumen yang ditemui dan bersedia mengisi kuesioner yang dibagikan. Pengukuran mood dilakukan dengan menggunakan Brief Mood Introspection Scale, dan pengukuran PCDM, yang menggunakan modifikasi dari Consumer Style Inventory. Pengujian dilakukan menggunakan Spearman Rank, dengan bantuan program R 2.13.1
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara mood dengan perfectionism – consumer decision making atau PCDM (rho : 0.398; p-value : 2.681e-05; p < 0,05). Semakin tinggi mood, maka akan semakin tinggi pula PCDM-nya. Mereka dapat lebih mampu untuk berhati – hati dan berusaha mencari barang dengan kualitas terbaik. Pengujian secara non parametrik membuat hasil yang diperoleh tidak dapat digeneralisasikan ke populasi awal, yaitu perempuan paruh baya. Peneliti juga melakukan uji tabulasi silang untuk memperjelas sifat hubungan yang diperoleh. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa seseorang dengan mood positif lebih memiliki PCDM lebih tinggi dibandingkan dengan mereka dengan mood negatif. Pengujian tabulasi silang juga dilakukan pada beberapa data demografi untuk mengetahui adanya indikasi asosiasi dengan PCDM. Hasil pengujian menunjukkan bahwa status pekerjaan, tingkat pendidikan, dan lama belanja memiliki indikasi asosiasi dengan PCDM, serta tidak ditemukan adanya asosiasi pada faktor usia dan pendapatan.
