Hakka Jadi Perkumpulan Tertua di Indonesia, Tempat Berkumpulnya Ternyata Ada di Surabaya
Abstract
Perkumpulan keluarga Hakka yang berasal dari Tionghoa bernama Hwie Tiauw Ka sampai saat ini masih eksis di Surabaya.
Terletak di kawasan Pecinan, Slompretan, Surabaya, sejak dulu sampai sekarang menjadi tempat perkumpulan tertua di Indonesia. Bahkan bangunan tersebut menjadi satu-satunya perkumpulan etnis Tionghoa, khususnya perkumpulan keluarga Hakka yang masih menjaga arsitektur asli bangunan.Menurut anggota perkumpulan Hakka, Siauw Fi Hian jumlah anggota perkumpulan sampai saat ini sebanyak 700 orang lebih.
Hampir setiap berkumpul untuk menjaga keakraban. "Biasanya berkumpul sekadar makan siang bersama hingga main catur gajah atau catur China," kata Siauw, Minggu (4/8).
Dia mengaku catur gajah sama dengan catur yang pada umumnya, namun cara bermainnya pun agak berbeda.
Selain itu tampilan catur gajah pun juga berbeda. Menurutnya dengan bermain catur bisa mengasah otak dan strategi.
"Ya senang saja sampai sekarang kalau berkumpul juga main catur untuk mengisi waktu luang," tuturnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan rumah perkumpulan itu dibangun sejak 1820, sebagai tempat persinggahan dan penginapan orang Hakka yang merantau.
Dipilihnya di Jalan Slompretan karena sangat dekat dengan Pasar Bong yang dulu merupakan makam Bong China.
Dalam bahasa Hokkien bong berarti makam China lokasi ini dulunya adalah perkampungan yang dekat dengan komplek makam.
"Maka dari itu rumah perkumpulan Hwie Tiauw Ka diperuntukkan sebagai tempat pengurusan jenazah, tempat ini bukan kelenteng ataupun tempat ibadah," terangnya.
Sementara itu, pegiat sejarah sekaligus pustakawan sejarah, Chrisyandi Tri Kartika mengatakan dari segi eksterior dan interior bangunan rumah ini sangat identik bergaya Tionghoa.
"Di dalam nya pun layaknya kantor di ruangan pertama seperti ruang administrasi disekat dengan ukiran kayu khas China ruangan kedua hanya berisi meja panjang dan tempat duduk yang biasanya digunakan untuk makan bersama dan bercengkrama. Sementara di ruangan ketiga hanya ada altar untuk sembayang," ujar Chrisyandi.
Usia rumah perkumpulan ini yang sudah 204 tahun menjadikan tempat ini sebagai tempat bercengkrama setiap harinya.
Rata-rata mereka lansia yang datang untuk mengisi waktu luang.
"Jadi kebiasaan mereka bercengkrama sekaligus bercanda dan bermain catur," pungkasnya.

