| dc.contributor.author | Ananda, Vanya Devirya | |
| dc.date.accessioned | 2025-12-08T04:00:38Z | |
| dc.date.available | 2025-12-08T04:00:38Z | |
| dc.date.issued | 2022 | |
| dc.identifier.uri | https://dspace.uc.ac.id/handle/123456789/8751 | |
| dc.description | Gender issue such as woman discrimination and toxic masculinity happens in all over the world, even people among us yet to understand the gender stereotyping. I Gusti Bintang Darmawati as the Minister of Women Empowerment and Child Protection said, on this day, women are still referred as a weak individual in many ways. Not only the discrimination that every women had, mens are also has their own problem like toxic masculinity. In this case mens are considered to have macho personality, that don’t cry and have a strong masculine persona. The assignment to point out this gender issue has led a conclusion as a media to deliver the freedom we have to express ourself and not to limit our boundaries regardless our own gender. This project using quantitative and qualitative method to collect all the data. This project intended for people that wants to be stronger and confidence regardless to their gender. Using lacing and ruching technique and ulap doyo waving fabric to amphasize the design and culture preserve. | en_US |
| dc.description.abstract | Gender issue seperti diskriminasi perempuan dan juga toxic masculinity masih banyak sekali terjadi dibelahan dunia manapun, bahkan masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang adanya gender issue tersebut dan masih memberlakukan stereotype tertentu. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anank (PPPA), yaitu I Gusti Bintang Darmawati mengungkapkan bahwa hingga saat ini pun perempuan masih dianggap sebagai individu yang rentan dan lemah diberbagai proses pembangunan. Tidak hanya permasalahan diskriminasi perempuan, dilain hal terdapat pula permasalahan toxic masculinity, istilah dari toxic masculinity mengacu kepada perilaku dan sikap pria yang selalu dikaitkan dengan kejantanannya, yang artinya, setiap pria harus mampu mengendalikan emosi, bersikap tegas dan harus berpenampilan macho agar dapat disebut sebagai pria sejati. Pengangkatan masalah gender issue ini dalam penerapan fashion digunakan sebagai salah satu media penyampaian bahwa setiap individu untuk mengekspresikan kepribadian diri tidak terbatas oleh gender tertentu dan dapat mengubah stereotype akan suatu gender. Perancangan ini akan dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif, dimana pungumpulan data dilakukan dengan memabagikan survey dan juga mewawancarai narasumber yang ahli dibidang fashion, psikolog. Perancangan desain ini dilakukan untuk mereka yang ingin tampil lebih kuat dan percaya diri tanpa memandang gender dengan menerapkan teknik ruching dan lacing dengan penggabungan kain ulap doyo khas suku Dayak Benuaq, Kalimantan Timur guna mengembangkan kembali nilai budaya dan juga estetika. | en_US |
| dc.language.iso | id | en_US |
| dc.publisher | Universitas Ciputra | en_US |
| dc.subject | stereotype | en_US |
| dc.subject | gender issue | en_US |
| dc.subject | lacing | en_US |
| dc.subject | ruching | en_US |
| dc.subject | Genderless fashion | en_US |
| dc.title | Perancangan Genderless Ready to Wear Menggunakan Kain Tenun Ulap Doyo dengan Teknik Ruching dan Lacing | en_US |
| dc.type | Thesis | en_US |
| dc.identifier.kodeprodi | 90241 | |
| dc.identifier.nim | 20717902 | |
| dc.identifier.dosenpembimbing | Enrico | |
| dc.identifier.dosenpembimbing | Dewa Made Weda Githapradana | |