Perancangan Genderless Ready to Wear Menggunakan Kain Tenun Ulap Doyo dengan Teknik Ruching dan Lacing
Abstract
Gender issue seperti diskriminasi perempuan dan juga toxic masculinity masih banyak sekali terjadi dibelahan dunia manapun, bahkan masih banyak masyarakat yang belum mengerti tentang adanya gender issue tersebut dan masih memberlakukan stereotype tertentu. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anank (PPPA), yaitu I Gusti Bintang Darmawati mengungkapkan bahwa hingga saat ini pun perempuan masih dianggap sebagai individu yang rentan dan lemah diberbagai proses pembangunan. Tidak hanya permasalahan diskriminasi perempuan, dilain hal terdapat pula permasalahan toxic masculinity, istilah dari toxic masculinity mengacu kepada perilaku dan sikap pria yang selalu dikaitkan dengan kejantanannya, yang artinya, setiap pria harus mampu mengendalikan emosi, bersikap tegas dan harus berpenampilan macho agar dapat disebut sebagai pria sejati. Pengangkatan masalah gender issue ini dalam penerapan fashion digunakan sebagai salah satu media penyampaian bahwa setiap individu untuk mengekspresikan kepribadian diri tidak terbatas oleh gender tertentu dan dapat mengubah stereotype akan suatu gender. Perancangan ini akan dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif, dimana pungumpulan data dilakukan dengan memabagikan survey dan juga mewawancarai narasumber yang ahli dibidang fashion, psikolog. Perancangan desain ini dilakukan untuk mereka yang ingin tampil lebih kuat dan percaya diri tanpa memandang gender dengan menerapkan teknik ruching dan lacing dengan penggabungan kain ulap doyo khas suku Dayak Benuaq, Kalimantan Timur guna mengembangkan kembali nilai budaya dan juga estetika.

