Show simple item record

dc.contributor.authorSantika, Gabriela Anindya
dc.date.accessioned2025-07-25T04:49:25Z
dc.date.available2025-07-25T04:49:25Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttps://dspace.uc.ac.id/handle/123456789/8414
dc.descriptionManagement of heritage tourism destinations such as Prambanan temple and Ratu Boko palace has to be a profesional, comprehensive, optimum, and well aimed one in all aspects. Such management is necessary in order to maintain the sustainability of the tourism destination while also keeping its performance as tourists’ favourite tourism destination. A strong concept which role is to lead the management implementation is needed in doing the comprehensive management. This concept has to be the Destination Management Organization (DMO). DMO concept has some parts within, however the most important part is the coordination tourism stakeholder which decides and affects whether the DMO can be successfully implemented or not. Before a tourism destination decides to use or accept DMO concept in its management process, the coordination tourism stakeholder part in it should have been done very well and smoothly beforehand in order to make sure that the destination is ready and capable enough to implement DMO concept in its management. Tourism destination management using coordination tourism stakeholder core is indeed such a positive significant way to run the management activities in a destination. However, in fact not all of destinations using coordination tourism stakeholder core are able to execute the management activities well. So far, Prambanan temple and Ratu Boko palace have run their management using coordination tourism stakeholder core, yet we are still unsure if the implementation can be categorized as successful or not. Moreover, as heritage tourism destinations, which must be better if the management is done using DM O concept, we are also still questioning regarding whether Prambanan and Ratu Boko are ready or will soon implement their management activities using DMO concept. Therefore, this research is made in order to answer all of those questions. This research is aimed at getting factual descriptive information about how the management using coordination tourism stakeholders core in Prambanan temple and Ratu Boko palace runs. This research is also aimed at observing and knowing regarding Prambanan temple and Ratu Boko palace capability to accept or implement DMO concept thoroughly, especially in their coordination tourism stakeholder aspect . Research is also purposively made to give relevant and helpful advice for all stakeholders or people who need the information about destination management in Prambanan temple and Ratu Boko palace. Research is done using qualitative-descriptive method, and in doing this research purposive and snowball sampling methods are also used. Conclusion got from the research is that in fact, management in Prambanan temple and Ratu Boko palace using coordination tourism stakeholder core still has some aspects needed to be fixed (e.g. ego-sectoral conflicts, lack of good communication and narrow mindset) before it can use DMO concept in its management. Basically, stakeholders want to use DMO concept, however it still cannot be thoroughly implemented yet due to some weaknesses found in coordination tourism stakeholders core.en_US
dc.description.abstractDestinasi wisata yang di dalamnya mengandung cagar budaya seperti Candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko merupakan suatu bentuk nyata dari pariwisata pusaka dan harus dikelola secara optimal, profesional, dan terarah dengan jelas. Pengelolaan secara menyeluruh dengan memperhatikan berbagai aspek sangat diperlukan agar destinasi wisata tersebut dapat tetap lestari sambil juga menjadi destinasi wisata favorit wisatawan. Dalam melaksanakan pengelolaan dengan target yang optimal pada segala aspek, dibutuhkan sua tu konsep sebagai pedoman utama. Konsep Destination Management Organization (DMO) dirasa tepat untuk diaplikasikan dalam pengelolaan destinasi wisata yang dimaksud. Konsep DMO memiliki beberapa komponen, namun komponen utama dan terpenting adalah coordination tourism stakeholder yang merupakan elemen yang penentu keberlangsungan dan keberhasilan konsep DMO dalam praktik pengelolaan destinasi wisata. Coordination tourism stakeholder merupakan komponen yang harus dipastikan pengelolaannya berjalan dengan baik, sebelum suatu destinasi wisata melangkah lebih lanjut untuk mengadopsi konsep DMO secara keseluruhan. Pengelolaan dengan menerapkan prinsip coordination tourism stakeholder merupakan salah satu langkah positif yang signifikan dalam kegiatan manajemen destinasi wisata. Namun, kenyataannya tidak semua destinasi yang menerapkan prinsip coordination tourism stakeholder dapat dengan mudah berhasil melakukan pengelolaan dengan mulus. Hinga saat ini, Candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko telah menyelenggarakan pengelolaannya dengan prinsip coordination tourism stakeholder , namun apakah pelaksanaan nyatanya sudah dapat disebut sebagai berhasil? Selain itu, sebagai wujud pariwisata pusaka, yang pastinya akan lebih baik jika dikelola menggunakan konsep DMO, apakah Candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko dalam pengelolaannya telah siap dan (akan) mengarah untuk dibawa pada pengelolaan menggunakan konsep DMO, terutama dari sisi komponen coordination tourism stakeholdernya ? Oleh sebab itu, peneliti ingin mengkaji hal-hal yang ditanyakan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi deskriptif nyata mengenai bagaimana pengelolaan destinasi wisata Candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko dalam hal kerjasama antar pihaknya dan juga kaitan pelaksanaan pengelolaannya dalam konsep DMO, khususnya komponen coordination tourism stakeholder guna memberikan masukan yang bermanfaat dan faktual kepada seluruh pihak yang membutuhkan. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif dengan menerapkan teknik p urposive dan snowball sampling dalam proses penelitiannya. Kesimpulan yang didapat menyatakan bahwa dalam pengelolaan kolaborasi di obyek terkait masih didapati beberapa kekurangan yang harus dibenahi terlebih dahulu (contohnya: konflik ego sektoral, minimnya komunikasi, dan pola pikir yang sempit) sebelum melangkah pada penerapan pengelolaan menggunakan konsep DMO. Pada dasarnya para stakeholders ingin menerapkan konsep DMO, namun hal tersebut belum dapat dilaksanakan dengan baik sebelum para stakeholders memperbaiki pelaksanaan komponen coordination tourism stakeholdersnyaen_US
dc.language.isoiden_US
dc.publisherUniversitas Ciputraen_US
dc.subjectTourism Stakeholdersen_US
dc.subjectDestination Managementen_US
dc.titleMANAJEMEN DESTINASI CANDI PRAMBANAN DAN KERATON RATU BOKOen_US
dc.typeThesisen_US
dc.identifier.kodeprodi93202
dc.identifier.nim40111036
dc.identifier.dosenpembimbingOscarius Yudhi Ari Wijaya
dc.identifier.dosenpembimbingDewa Gde Satrya Widya Dutha


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record